Colocation Server: Rak Besi, Ac Menggigit, Dan Jam Tiga Pagi
Bayangkan kamu punya server andalan. Bukan milik pihak lain. Server pribadi. Kemudian kamu menitipkan perangkat tersebut di fasilitas dengan daya aman, bandwidth mumpuni, dan tim keamanan yang waspada. Itulah colocation server. Tugasmu hanya membawa server, sisanya—ruang, daya, pendinginan, akses, sampai koneksi—mereka yang urus.

Kenapa repot-repot? Kontrol penuh atas hardware. Colocation server dengan fitur tambahan Lebih murah untuk penggunaan jangka panjang yang stabil. Lisensi software bebas kamu atur. Hasil performa tetap terjaga. Bebas upgrade kapan saja. Bebas dari jadwal vendor yang molor.
Pernah suatu kali saya membawa server 2U dini hari. Satpam menatap dan berkata, “Ini kulkas ya?” Saya menjawab, “Kulkas yang sensitif sama listrik.” Kami sama-sama tertawa. Tapi intinya tetap serius. Perangkat fisik butuh perhatian. Kalau mau praktis, ada layanan “remote hands”. Cari tahu tarifnya per jam. Tanyakan juga apakah mereka menyediakan kabel konsol, label, dan screwing kit. Hal kecil itu menyelamatkan mood.
Urutan pertama adalah daya listrik. Kapasitas ampere per rak—10A, 16A, atau 32A—penting diketahui. Hitung konsumsi aktual, bukan brosur. CPU high core count dan NVMe boros saat beban puncak. Pastikan tersedia dua jalur daya terpisah. Gunakan power supply ganda. PDU jangan tunggal. Gunakan PDU berukuran tepat, dengan metering. Lebih keren lagi kalau tiap outlet bisa dimonitor.
Cooling punya tantangan sendiri. Data center biasanya menerapkan cold aisle dan hot aisle. Pastikan airflow server sejalan dengan pola DC. Depan harus dingin, belakang panas. Hindari kesalahan arah. Debu jarang masalah, tapi kipas harus dibersihkan. Suara kipas bisa seperti band metal. Bawa earplug. Serius.
Rak dan rel itu krusial. Banyak yang lupa rel server sering spesifik model. Cocokkan panjang rel dengan kedalaman rak. Jangan lupa spare cage nut dan sekrup. Label setiap kabel. Warna berbeda untuk jalur A dan B. Kabel pendek lebih berharga. Kabel panjang bikin spageti.
Konektivitas adalah nadi. Periksa daftar carrier di lokasi. Mengandalkan satu provider itu berisiko. Gunakan port terpisah ke dua switch berbeda. Jika butuh BGP, siapkan ASN dan prefix. IPv6 harus ada. Cari tahu sistem anti-DDoS. Apakah ada scrubbing? Apakah ada rate limit di upstream? Pastikan biaya burst dan cara penagihannya jelas. Modelnya 95th percentile atau flat commit?
Out-of-band itu jalur penyelamat. Wajib ada OOB management. IPMI harus diamankan. Lindungi dengan VPN dan ACL ketat. Siapkan modem LTE di router cadangan. Serial console bermanfaat jika jaringan bermasalah.
SLA itu bukan formalitas. Jangan abaikan fine print. Berapa lama respons tiket? Waktu menuju rak berapa lama? Apakah ada biaya minimum untuk tindakan kecil seperti tekan tombol power? Pengumuman maintenance berapa hari sebelumnya? Apakah listrik A dan B dipelihara bergantian? Jangan sampai terkejut saat hari H.
Keamanan fisik kadang diremehkan. Pakai kartu, PIN, atau fingerprint? Ada pendamping atau self-access? CCTV disimpan berapa hari? Bagaimana prosedur serah-terima drive rusak? Disk keluar harus dalam tas segel. Data hilang sama dengan reputasi hilang.